BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fraktur suprakondiler
humerus merupakan fraktur yang terjadi pada 1/3 distal humerus tepat di
proksimal trtoklea dan capitulum humerus. Garis fraktur berjalan melalui apeks
coronoid dan fosa olecranon, biasanya berupa fraktur tranversal. Fraktur ini
merupakan fraktur yang sering terjadi pada anak anak. Bias terjadi pada dewasa,
hanya saja letak fraktur berada lebih proksimal disbanding pada anak.
Hampir 99% fraktur ini
terjadi pada anak karena penekanan lebih atau kelebihan beban yang diberikan
pada elbow joint hal ini menyebabkan
fraktur. Selain itu penyebab lainnya dari fraktur ini adalah dikarenakan trauma
langsung pada suprakondiler dari tulang humerus tersebut, tapi hal ini jarang
terjadi (bedah unmuh, 2010).
Penatalaksanaan yang
paling sering dilakukan dengan menggunakan tindakan operatif, dengan pemasangan
plat atau dengan memasang kawat wayer untuk menopang tulang. Perlu dilakukan
pengecekan sirkulasi perifer di ujung jari, hal ini dikarenakan fraktur lebih
dekat dengan elbow yang memungkinkan terjadinya gangguan sirkulasi perifer. Hal
ini berpotensi menimbulkan beberapa masalah dalam penatalaksanaan perioperatif.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
penulis mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
asuhan keperawatan pre operatif pada pasien dengan fraktur suprakondiler
humerus?.
2. Bagaimana
asuhan keperawatan intra operatif pada pasien dengan fraktur suprakondiler
humerus?.
3. Bagaimana
asuhan keperawatan post operatif pada pasien dengan fraktur suprakondiler
humerus?.
C.
Ruang
Lingkup
Dari rumusan masalah
diatas penulis membatasi area meliputi asuhan keperawatan perioperatif ( pre
operatif, intra operatif, dan post operatif) pada pasien dengan fraktur suprakondiler
humerus di Instalasi Bedah Sentral PKU Muhammadiyah Gombong.
D.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
secara lengkap asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan fraktur suprakondiler
humerus.
2. Tujuan
Khusus
a. Mahasiswa
mampu merencanakan dan melakukan asuhan keperawatan pre operatif pada pasien
dengan fraktur suprakondiler humerus.
b. Mahasiswa
mampu merencanakan dan melakukan asuhan keperawatan intra operatif pada pasien
dengan fraktur suprakondiler humerus.
c. Mahasiswa
mampu merencanakan dan melakukan asuhan keperawatan post operatif pada pasien
dengan fraktur suprakondiler humerus.
d. Mahasiswa
mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan fraktur suprakondiler humerus.
E.
Manfaat
1. Bagi
individu
Membandingkan teori yang diperoleh
dengan praktik nyata di lapangan dalam melakukan asuhan keperawatan nyata pada
pasien fraktur suprakondiler humerus.
2. Bagi
rumah sakit
Membantu memberikan informasi tentang
asuhan keperawatan perioperatif dengan kasus fraktur suprakondiler humerus.
3. Bagi
institusi
Menambah kepustakaan mengenai asuhan keperawatan
dengan fraktur suprakondiler humerus, sehingga bias dikembangkan kembali oleh mahasiswa
yang lain, sesuai dengan perkembangan ilmu yang semakin berkembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi
Humerus adalah tulang lengan panjang yang kokoh, yang membentang dari bahu ke
siku. Anatomi humerus terutama terkait dengan poros, ujung atas dan ujung
bawah. Ujung atas membentuk sendi bahu bulat dan berartikulasi dengan glenoid
rongga. Ujung bawah tidak teratur dalam bentuk karena untuk mendukung berbagai gerakan, seperti siku menekuk
(fleksi), rotasi (pronasi dan supinasi ). ujung bawahjuga disebut
kondilus humeri, berartikulasi dengan radius tulang serta tulang ulna untuk
membentuk sendi siku. Beberapa otot-otot penting lengan berasal baik atau
melampirkan pada poros tulang humerus, seperti brachalis, trisep, dan
sebagainya, yang memberikan gerakan pada siku dan sendi bahu (Orthopedmapia, 2011). Tulang humerus terbagi
menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri
atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan
merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih
ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher
anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan
terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara
tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah
terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi
semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas
pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot
deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang,
dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis
atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana
permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang
terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat
persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi
dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
B.
Definisi
1. Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya
kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer
S.C & Bare B.G,2001, dalam keperawatansite.blogspot.com, 2013).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif,
2000, dalam keperawatansite.blogspot.com, 2013).
3. Fraktur
tulang Humerus atau patah tulang humerus adalah cedera yang sangatserius.
Fraktur ini dikaitkan dengan beberapa komplikasi dan bisa menjadibencana
jika tidak dikelola dengan baik. Sebuah kecelakaan jatuh dengan tumpuan siku atau lengan cukup untuk menyebabkan fraktur
humerus untuk orang yang sudah tua. Hal ini juga terlihat pada orang muda
setelah kecelakaan di jalan atau jatuh dari ketinggian atau cedera langsung ke
lengan di tempat kerja. Kadang-kadang juga disertai dengan dislokasi siku atau sendi bahu (Orthopedmapia, 2011)
C.
Tanda
& Gejala
1.
Nyeri
Nyeri
continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan kerusakan
sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2.
Deformitas
atau kelainan bentuk
Perubahan
tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah tulang
itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
3.
Gangguan
fungsi
Setelah
terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan
pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi
normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
4.
Bengkak /
memar
Terjadi
memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada jaringan lunak.
5.
Pemendekan
Pada
fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi
fraktur humerus.
6.
Krepitasi
Suara
detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan
disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung.
D.
Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat
menyebabkan fraktur. Fraktur dapat berupa fraktur tertutup ataupun terbuka.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak di sekitarnya
sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak seperti
otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan yang kuat dan berlebihan
dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang
keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan
peradangan dan kemungkinan terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.
Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah
fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada pada posisi yang
kaku.
Daerah suprakondiler
humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas atas. Di daerah ini
terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih disebabkan adanya
fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian anterior. Maka
mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah bila ada trauma didaerah
siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini. Bila
terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut
dengan Volkmann’s Ischemia. A. brachialis terperangkap dan kingking pada daerah
fraktur. Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa
robekan intima.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
X-ray
x-ray digunakan untuk
memeriksa patah tulang atau masalah lain. X-ray dari kedua klavikula Anda
terluka dan terluka dapat diambil.
F.
Therapi
- Penanggulangan konservatif fraktur suprakondiler
humerus diindikasikan pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
atau pada fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan
kapasitas fungsi yang terbatas. Pada prinsipnya adalah reposisi dan
immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya dilakukan immobilisasi
dengan elbow fleksi selama tiga minggu.
2.
Kalau pembengkakan tidak hebat dapat dicoba
dilakukan reposisi dalam narkose umum. Penderita tidur terlentang, dalam posisi
ekstensi, operator menekuk bagian distal, menarik lengan bawah dengan siku pada
posisi ekstensi, sedang asisten menahan bagian proksimal, memegang lengan atas
pada ketiak pasien.
3.
Setelah tereposisi, perlahan-lahan sambil tetap
menarik lengan bawah siku difleksikan ambil diraba a. radialis. Gerakan fleksi
diteruskan sampai a. radialis mulai tidak teraba, kemudian diekstensi siku
sedikit untuk memastikan a. radialis teraba lagi. Fleksi maksimal akan
menyebabkan tegangnya otot triseps, dan ini akan mempertahankan reposisi lengan
baik.
4.
Dalam posisi ini dilakukan immobilisasi dengan
gips spalk (posterior splint).
5.
Pemasangan gips dilakukan dengan lengan bawah
dalam posisi pronasi bila fragmen distal displaced ke
medial dan dalam posisi supinasi bila fragmen distal displaced ke arah lateral.
6.
Bila reposisi berhasil biasanya dalam 1 minggu
perlu dibuat foto rontgen kontrol, karena dalam 1 minggu bengkak akibat hematom
dan oedem telah berkurang dan menyebabkan kendornya gips, yang selanjutnya
dapat menyebabkan terlepasnya reposisi yang telah tercapai.
7.
Kalau dengan pengontrolan radiologi hasilnya
sangat baik, gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu. Setelah itu gips
diganti dengan mitela dengan maksud agar pasien bisa melatih gerakan fleksi
ekstensi dalam mitela.
8.
Umumnya penyembuhan fraktur suprakondiler ini
berlangsung cepat dan tanpa gangguan.
9.
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala
Volkmann Ischemia atau lesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi
terbuka secara operatif dan dirujuk ke dokter spesialis orthopaedi
G.
Fokus
Pengkajian
Pengkajian
pada klien fraktur menurut Doengoes, (2000) diperoleh data sebagai berikut :
1.
Aktivitas
(istirahat)
Tanda :
Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan
nyeri)
2.
Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi
( kehilangan darah), takikardia ( respon stress, hipovolemia), penurunan / tidak
ada nadi pada bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena pembengkakan jaringan atau massa hepatoma pada sisi cedera.
3.
Neurosensori
Gejala :
Hilang sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (panastesis)
Tanda :
Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot,
terlihat kelemahan / hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau
trauma)
4.
Nyeri /
kenyamanan
Gejala :
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan
/ kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ; tidak ada nyeri akibat kerusakan
saraf, spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5.
Keamanan
Tanda :
Laserasi kulit, avulse jaringan, perubahan warna, pendarahan, pembengkakan local
(dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal,
terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4.
Risiko
perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan
5.
Risiko
cedera berhubungan dengan proses pemindahan pasien post operasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
I.
PENGKAJIAN
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Januari 2014
Tempat : IBS PKU Muhammadiyah
Gombong
Jam : 16.00 WIB
Metode : Studi Pustaka dan
interview
Sumber : Pasien, observasi RM
Oleh : Indra Hermawan
A.
Identitas Pasien
Nama : An. R.M
Umur : 4,3 tahun
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Alamat : Rt.1 Rw.1
Srusuh, Puring, Kebumen
Pekerjaan : -
Status : blm kawin
Diagnosa : fraktur kondiler sinistra
No.
RM : 259608
Tanggal
Masuk : 29 Januari 2014
B.
Penanggung Jawab
Nama : Tn.J
Umur : 30 tahun
Alamat : Rt.1 Rw.1
Srusuh, Puring, Kebumen
Hub.
dengan pasien : Ayah kandung
C.
Riwayat keshatan
1. Keluhan
Utama
Klien menangis dan berkata Nyeri lengan
kanan post jatuh.
2. Riwayat
penyakit sekarang
Pasien datang dari ruangan pada tanggal
29
Januari 2014 pukul 16.00 WIB dengan rencana pemasangan kawat
Wayer. Terdapat luka lecet
karena sebelum dibawa kerumah sakit pasien dibawa ke sangkal putung dan
dipasang kardus untuk menyangga, P:
Nyeri bertambah ketika bergerak
,nyeri berkurang saat diimobilisasi, Q:- ,
S: 5 ( raut wajah) ,
T: hilang timbul mulai
sampai diimobilisasi. Pasien dipersiapkan untuk operasi, Pasien mengenakan
baju operasi, pasien merasa cemas pada saat akan dioperasi.
3. Riwayat
Dahulu
Keluarga mengatakan pasien post jatuh,
dan mengeluh sakit pada tangan kiri, dan tidak bias digerakkan. Keluarga
membawa pasien ke sangkal putung untuk mendapatkan pengobatan tradisional.
Klien tidak ada alergi makanan dan obat.
4. Riwayat
Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan
tidak ada yang mempunyai penyakit seperti DM, Hipertensi.
D. Pola
Fungsional menurut Virginia Handersoon
1.
Pola Nafas :
Sebelum sakit
: Pasien mampu
bernafas dengan normal dan adekuat.
Saat sakit
: Tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada cuping hidung,
bernafas normal.
2.
Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
:Pasien biasa makan sehari 3x / hari dengan nasi
lauk dan sayur, minum 6 – 8
x /hari (1000 cc).
Saat Sakit
: Pasien dipuasakan untuk memenuhi persyaratan operasi.
3.
Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : Pasien BAB normal ( konsistensi
lembek, tanpa kelainan), BAK 4 kali ( tanpa kelainan).
Saat Sakit : Pasien terpasang DC ( urine
200cc).
4.
Pola Gerak dan
Keseimbangan Tubuh
Sebelum Sakit :
Pasien
tidak memiliki kecacatan sehingga mampu bergerak dengan seimbang.
Saat Sakit : Selama sakit ada gangguan pergerakan, khususnya tangan
kiri.
5.
Pola Istirahat
Tidur
Sebelum sakit : Pasien
biasa tidur cukup.
Saat sakit : Pasien tidur terganggu dan kadang tidak nyaman karena nyeri
6.
Pola
Berpakaian
Sebelum sakit : Pasien dapat mengenakan pakaian tanpa bantuan orang
lain
Saat Sakit : pasien tidak mampu berpakaian
sendiri.
7.
Temperatur Tubuh
Sebelum sakit : Pasien mampu mempertahankan
suhu tubuhnya, memakai jaket bila dingin dan memakai kaos kaki.
Saat Sakit
: Suhu badan pasien
36 0C, hanya memakai baju operasi dan terpasang infuse RL 20 tpm.
8.
Personal
Higiene
Sebelum Sakit : Pasien biasa mandi 2x sehari,
gosok gigi 2x sehari.
Saat Sakit : Pasien belum mandi
9.
Kebutuhan
rasa aman dan nyaman
Sebelum Sakit : Pasien merasa nyaman saat
badannya sehat.
Saat Sakit : Pasien merasa Nyeri dan gelisah akan
operasi.
10.
Pola
Komunikasi
Sebelum Sakit : Pasien
dapat berbicara dengan jelas dan baik.
Saat Sakit : Pasien susah diajak bicara karena
sering menangis.
11.
Kebutuhan Spiritual
Sebelum Sakit : -
Saat Sakit : -
12.
Kebutuhan
Bekerja
Sebelum Sakit : Pasien sebagai anak
dan hanya bermain
Saat Sakit : pasien tidak bermain
13.
Pola Rekreasi
Sebelum Sakit : Pasien sering berekreasi dengan menonton TV.
Saat dikaji : Pasien berada di rumah sakit sehingga tidak berekreasi.
14.
Kebutuhan
Belajar
Sebelum Sakit : Pasien
belajar dari televisi
Saat Sakit : -
E. Keadaan
Umum
Suhu :
36 0C
Nadi : 100 x/menit
TD : -
RR : -
F. Pemeriksaan
Fisik
KU : Baik
Kesadaran : Compos Metis
Pemeriksaan
fisik head to toe
Kepala : Mesocephal, simetris, rambut bersih
Mata : Simetris, konjungtiva anemis,
Hidung : Tidak terdapat polip, tidak ada penumpukan
sekret
Telinga :
Tidak ada serumen
Mulut : Gigi bersih, mukosa bibir lembab
Leher :Tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Thoraks
I : Tidak ada retraksi dada,
tidak ada penggunaan otot bantu nafas, pulsasi jantung kuat.
P : Tidak ada nyeri tekan,
tidak teraba adanya massa tambahan.
P : Paru sonor, jantung
pekak, tidak ada efusii
A : Paru bersih, jantung
regular tanpa suara tambahan
Abdomen
I : Tidak ada Jejas, .
A : -
P : Suara timpani
P : Tidak ada nyeri tekan.
Genetalia : laki laki, tidak terpasang DC
Ekstermitas
- atas : terpasang IVFD RL 20tpm, akral
hangat, pada siku kiri.
- bawah : tak ada jejas, akral hangat.
G.
Data Penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi ( Rontgen s.humerus)
terdapat fraktur suprakondiler humer
H.
Persiapan Pasien
1. Cairan
parenteral : Infus RL 500cc
2. Jenis
Anestesi : General
Anestesi
3. Latihan :-
4.
Baju operasi : Sudah
5.
Inform consent : Sudah
6.
Kebersihan colon : Sudah
7.
Persiapan mental : Sudah ( berdoa )
8.
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 29 Januari 2014
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai
Normal
|
Leukosit
|
12.35
|
10^3
/uL
|
4.80-
10.80
|
Eritrosit
|
4.63
|
10^6/Ul
|
4.70-6.10
|
Hemoglobin
|
10.9
|
g/dL
|
14.0-
18.0
|
Hematokrit
|
33.1
|
%
|
42.0-52.0
|
MCV
|
71,5
|
Fl
|
79.00-99.0
|
MCH
|
23.5
|
Pg
|
27.0-31.0
|
MCHC
|
32.9
|
g/dl
|
33.0-37.0
|
Trombosit
|
293
|
10^3/uL
|
150-450
|
GDS
|
104.0
|
g/dl
|
70-105
|
HBSAg
|
Negatif
|
-
|
Negataif
|
A. Pre
operasi
a.
Analisa
Data
Tanggal/ jam
|
Data Fokus
|
Etiologi
|
Masalah
|
29 Januari 2014
(16.00)
|
DS :
Pasien mengatakan
bahu kiri nya sakit dan ,
P: Nyeri bertambah ketika bergerak, nyeri berkurang saat
diimobilisasi,
Q:
R: Regio bahu Sinistra
S: 5( dengan raut wajah)
T: hilang timbul
DO:
Px rogten fraktur klavikula
|
Diskontinuitas tulang
|
Nyeri Akut
|
b. Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan Diskontinuitas
tulang
c.
Penatalaksanaan/
Intervensi Keperawatan
No
|
Dx kep
|
Tujuan dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||||||||
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan
diskontinuitas tulang
|
NOC:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 15 menit nyeri klien bias berkurang dengan KH:
Keterangan :
1.
Tidak
pernah menunjukan
2.
Jarang
menunjukan
3.
Kadang-kadang
menunjukan
4.
Sering
menunjukan
5. Selalu menunjukan
|
a.
Kaji KU pasien
terhadap nyeri
b.
Ajarkan teknik nafas dalam
c.
Kaji TTV dan KU pasien
|
Mengetahui cara
yang efektif untuk mengatasi nyeri
Untuk meringankan dan memberikan
rasa nyaman juga mengalihkan nyeri pasien
Mengetahui perkembangan kondisi
pasien
|
d. Implementasi Keperawatan
No dx
|
Tanggal/ jam
|
Tindakan
|
Respon
|
1
|
16-1-2-14
Jam
16.40 WIB
|
a.
Mengkaji KU pasien
terhadap nyeri
b.
Mengajarkan teknik nafas dalam untuk memberikan rasa
nyaman
c.
Mengkaji
TTV dan KU pasien
|
Pasien menganggap nyeri nya wajar dan pasien bersabar
terhadap rasa nyeri yang dialami
Pasien kooperatif
dan melakukan
TD: - , N:100x/m, RR: -, S: 36
|
e. Evaluasi
Keperawatan
No dx
|
Tanggal/ jam
|
Evaluasi
|
1
|
29-1-2014
Jam
16.15 wib
|
S: Pasien mengatakan nyeri belum berkurang Skala nyeri 5
O:-
N: 100x/m
A: Masalah belum teratasi
P:Lanjut
untuk persiapan tindakan operasi
|
B. Intra
Operasi
1. Persiapan
pasien di meja oprasi
Posisi pasien : miring kanan
TD : -
N : 100x/m,
RR : -
Pemasangan : bed side monitor
Pemasangan : bed side monitor
Waktu
operasi: tanggal 29
Januari 2014 pukul 16.55-17.50 wib
Anestesi :
general anestesi
a) Analisa
Data dan dx Keperawatan
No dx
|
Tanggal/jam
|
Data fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
1
|
29-1-2014
17.00 wib
|
DS:
-
DO: Adanya luka insisi sepanjang ± 15 cm
dibagian siku kiri
|
Proses pembedahan
|
Risiko perdarahan
|
b) Diagnosa
Keperawatan
Resiko perdarahan berhubungan dengan proses
pembedahan
c)
Intervensi Keperawatan
Dx kep
|
Tanggal/ jam
|
Tujuan dan
kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||||||||
Risiko perdarahan berhubungan
dengan proses pembedahan
|
29-1-2014
17.00 wib
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama +- 1 jam operasi diharapkan risiko perdarahan dapat
teratasi dengan KH:
Keterangan :
1.
Tidak
pernah menunjukan
2.
Jarang
menunjukan
3.
Kadang-kadang
menunjukan
4.
Sering
menunjukan
5. Selalu menunjukan
|
1.
Monitor
perdarahan pada daerah pembedahan setelah dilakukan insisi.
2.
Bantu operator dan asisten bila terjadi perdarahan
hebat
3.
Monitor
vital sign melalui bedsite monitor
4.
Monitor
status cairan parenteral untuk support intake cairan tubuh selama operasi
|
Mengetahui jumlah perdarahan yang
muncul
Minimalisasi perdarahan
Mengetahui perkembangan kondisi
pasien
Mempertahankan status hemodinamik
tubuh karena proses pembedahan
|
d)
Implementasi keperawatan
Tanggal/ jam
|
Implementasi
|
Respon
|
29-1-2014
17.00 wib
|
1.
Memonitor perdarahan pada daerah pembedahan selama
operasi
2.
Membantu operator dalam memanajemen perdarahan
3.
Memonitor
vital sign
4.
Memonitor
status cairan parenteral untuk support intake cairan tubuh selama operasi
|
-
Perdarahan ± 120 cc
-
Mengedep area yang terjadi perdarahan, suction,
penjahitan luka insisi.
-
Klien tidak sadar
-
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
TD : 126/31mmHg
S : tidak terkaji
Terpasang Infus RL
|
e)
Evaluasi Keperawatan
Dx kep
|
Tanggal/ jam
|
Evaluasi
|
Risiko perdarahan berhubungan
dengan prosea pembedahan
|
29-1-2014
17.55 wib
|
S: -
O:
-
klien
tidak sadar
-
perdarahan:120cc
-
TD: - mmHg, N: 100x/m,
S: 36, RR: 20x/m
-
luka insisi
sudah dijahit
A: Masalah teratasi
P: Berikan informasi tentang perawatan luka post op
|
C.
Post
Operasi
1. Pengkajian
a. Pengkajian
primer
A
(Airway) : Tidak ada
sumbatan jalan nafas, pasien menangis
keras
B
(Breathing) : Suara nafas
vesikuler, RR : 20x/menit, SaO2 98%
C
(Circulation) : Tidak ada
sianosis, CRT < 2 detik, TD 120/80 mmHg, N: 88x/m,
masih ada efek anestesi
b. Pengkajian
sekunder
Kesadaran
pasien : Compos Metis (GCS = 15)
TD : - mmHg
Nadi : 100x/menit
Pemeriksaan
fisik :
Kepala
|
:
|
Bentuk mesocepal, tidak ada benjolan, distribusi rambut
baik dan bersih
|
Mata
|
:
|
Sklera unikterik, konjungtiva tidak anemis, mata simetris
|
Hidung
|
:
|
Terpasang binasal kanul O2 2 liter
|
Mulut
|
:
|
Mukosa bibir lembab, gigi agak kotor, tidak ada pembesaran
tonsil, bibir pucat
|
Telinga
|
:
|
simetris, tidak ada serumen, pendengaran baik.
|
Dada
|
:
|
Bentuk dada normal, tidak ada masa, tidak ada otot bantu
nafas
|
Abdomen
|
:
|
turgor
kulit normal,
|
Genetalia
|
:
|
Tidak
ada penyakit kelamin, tidak ada rambut, terpasang DC
|
Ekstremitas atas
|
:
|
Tangan kiri terpasang infuse RL,
tangan kiri terdapat balutan luka post op di siku, tangan belum dapat di
gerakkan, CRT jari 1,2,3 belum lancar, jari 4, 5 lancar < 2dtk
|
Ekstremitas bawah
|
:
|
Kedua kaki bisa di gerakkan.
|
2. Analisa data
No
|
Waktu
|
Data Fokus
|
Masalah
|
Etiologi
|
1.
|
29-1-2014
17.50 wib
|
Subjektif: -
Objektif:
-
Pasien tiduran dan menangis meronta saat
dipindahkan
-
Ekstremitas atas belum dapat digerakan
-
pasien dipindahkan ke ruang RR dengan brankar
-
Pasien dalam masa
post general anestesi,
masih terdapat efek anestesi
-
TD: - mmHg, N:100x/mnt, RR: - x/mnt, SaO2 98%
-
CRT < 2 detik
|
Resiko tinggi
cedera
|
Proses
pemindahan pasien
|
3. Diagnosa
Keperawatan
Resiko
tinggi cidera berhubungan dengan proses pemindahan pasien
4. Rencana Post Operasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intevensi
|
Rasional
|
|||||||||
1.
|
Resiko tinggi cedera b.d Proses
pemindahan pasien.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan pasca operasi selama 15 menit diharapkan resiko
cedera tidak terjadi.
Dengan
kriteria hasil:
Keterangan :
1.
Tidak pernah menunjukan
2.
Jarang menunjukan
3.
Kadang-kadang menunjukan
4.
Sering menunjukan
5.
Selalu menunjukan
|
a.
Perhatikan posisi pasien
b.
Dekatkan bed di
samping pasien
c.
Lindungi organ
vital pasien
d.
Kolaborasi dengan 2-3 perawat yang ada
e.
Angkat pasien
secara bersamaan
f.
Berikan penyangga di tempat tidur pasien.
|
a.
Keamanaan pasien
tetap terjaga
b.
Menjaga keamanan
c.
Mencegah cedera
d.
Mempermudah
pengangkatan
e.
Mempermudah
pengangkatan
f.
Memberikan rasa
nyaman pada pasien
|
5. Implementasi keperawatan
No
|
Tanggal/
waktu
|
Implementasi
|
Respon
|
1
|
29-1-2014
18.00 wib
|
a.
Memperhatikan
posisi pasien
b.
Mendekatkan
bed di samping pasien
c.
Melindungi
organ vital pasien
d.
Kolaborasi
dengan 2-3 perawat yang ada
e.
Mengakat
pasien secara bersamaan
f.
Memberikan penyangga di tempat tidur pasien.
|
Pasien dalam posisi supine dan
keadaan tenang
Pasien tenang
Pasien aman
Proses pengangkatan berjalan lancar
Pasien tampak tidur
Pasien tenang
|
6. Evaluasi Keperawatan
Dx kep
|
Tanggal/ jam
|
Evaluasi
|
Risiko cedera berhubungan dengan
proses pemindahan pasien
|
29-1-2014
18.15 wib
|
S : -
O :
a.
Pasien
dalam posisi supinasi
b.
Pasien
aman
c.
pasien
tampak tidur
d.
pasien
tenang
A : Masalah teratasi
P : pertahankan kondisi yang aman sampai ada
serah terima dengan perawat ruangan.
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Proses Keperawatan
1.
PRE OPERASI
a.
Diperoleh
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa manifestasi klinis dari frak
fraktur
suprakondiler humerus adalah nyeri.
b.
Tindakan yang dilakukan dalam pre
operasi meliputi:
1)
Mengkaji
KU pasien terhadap nyeri
2)
Mengkaji
PQRST nyeri pasien
3)
Mengajarkan
teknik nafas dalam untuk memberikan rasa nyaman
4)
Mengkaji TTV dan KU pasien
Dengan hasil evaluasi yang di tunjukan:
1) S: Pasien mengatakan nyeri belum berkurang Skala nyeri masih pada skala 5
2) O: Pasien tampak meringis kesakitan
ketika bahunya digerakkan,
3) A: Masalah belum teratasi
4) P: Lanjut untuk persiapan tindakan operasi
2.
INTRA OPERASI
a.
Pada intra operasi dilakukan persiapan
seperti: pengaturan posisi pasien (supinasi), pemasangan bed site monitor,
penyuntikan anestesi menggunakan general anestesi. Kemudian persiapan alat yang
digunakan meliputi Set Tulang dan Set tambahan berupa set hernia dan bahan
habis pakai.
b.
Tindakan operasi atau proses operasi
yang dilakukan diantaranya, yaitu:
Desinfeksi
daerah operasi
|
Drapping
|
Menandai
daerah sayatan ±10cm di bahu kanan
|
Melakukan
sayatan pada kulit sampai otot
|
Mempertahankan
hemostatis
|
Reposisi
fraktur menahan area fraktur
|
Fiksasi
fraktur
|
Memasang
wayer dengan bor untuk fiksasi
|
Mencuci
daerah operasi
|
Hecting
otot (jahitan: satu-satu)
|
Hecting
sub cutis/lemak (jahitan: satu-satu)
|
Hecting
kulit (jahitan: continous)
|
Desinfeksi
|
Balut
luka
|
c. Dilakukannya
tindakan pemasangan wayer fraktur suprakondiler humerus., sayatan dilakukan di
area bahu bagian kiri, dapat diambil diagnosa risiko perdarahan berhubungan
dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
d. Dengan
hasil evaluasi yang di tunjukan:
1) S : -
2)
O :
klien tidak sadar, perdarahan:120cc, TD: -
mmHg, N: 100x/m, S: 100, RR: -x/m, luka insisi sudah dijahit
3) A : Masalah teratasi
4) P : Berikan informasi tentang perawatan luka post op
3. POST
OPRASI
a. Pada
post oprasi dilakukan tindakan pengkajian diantaranya pengkajian primer,
sekunder dan pemeriksaan fisik.
b. Setelah
pengkajian, ditemukan diagnosa risiko tinggi cedera berhubungan dengan
pemindahan pasien, karena efek general anestesi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa general anestesi
memiliki efek, dengan tindakannya meliputi:
1) Memperhatikan posisi pasien
2) Mendekatkan
bed di samping pasien
3) Melindungi
organ vital pasien
4) Kolaborasi
dengan 2-3 perawat yang ada
5) Mengakat
pasien secara bersamaan
6) Memberikan penyangga di tempat tidur pasien.
Dengan
hasil evaluasi yang ditunjukan, yaitu:
1) S : -
2) O : Pasien dalam posisi supinasi, Pasien aman, pasien
tampak tidur, pasien tenang
3) A : masalah
teratasi
4) P : pertahankan
kondisi yang aman sampai ada serah terima dengan perawat ruangan.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pre
operasi dengan fraktur suprakondiler humerus.
2. Mahasiswa mampu membantu dalam asuhan keperawatan intra operasi dengan fraktur
suprakondiler humerus.
3. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan post
operasi dengan fraktur suprakondiler humerus.
B. Saran
1. Dalam
mempersiapkan pasien yang akan dilakukan operasi sebaiknya semua persiapan pre
operasi benar-benar dipersiapkan secara maksimal, guna mencegah terjadinya
komplikasi pembedahan.
2. Pasien
atau keluarga pasien yang sudah di operasi sebaiknya di beri pendidikan
kesehatan terkait perawatan post operasi.
3. Kerjasama
team bedah perlu ditingkatkan guna tercapinya model praktek keperawatan
professional di ruang IBS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar